Teori Perkembangan Peserta Didik dan Contoh Karakteristik Peserta didik

 


1.      Menurut pendapat ahli, umumnya usia 7-12 tahun mempunyai karakteristik yaitu mulai memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dengan cara menyelidiki, mencoba, dan bereksperimen mengenai sesuatu hal yang dianggap menarik bagi dirinya. Salah satu sikap kita sebagai guru profesional menghadapai karakter tersebut dengan menyampaikan apa yang kita pikirkan dengan cara interaksi yang baik dan tidak melukai hati anak-anak.

    Pada tahapan ini kelompok saya berharap untuk mengajar di kelas III. Seperti yang diketahui karakteristik pembelajaran anak pada tahap ini harus dirancang oleh guru sehingga kemampuan peserta didik, bahan ajar, proses belajar, dan sistem penilaian sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Proses belajar harus dikembangkan secara interaktif dengan tujuan agar kemampuan siswa dan sistem penilaian sesuai dengan taraf kemampuan perkembangan siswa. Contohnya, menulis jelas serta rapi.

 2.      Daftar Karakteristik Anak Menurut Teori Perkembangan.

NO

Teori Perkembangan Kognitif Piaget

Teori Perkembangan Sosial-Emosional Bronfenbrenner

Teori PerkembanganSosial-Emosional Erikson

1

a. Tahap sensori motorik (lahir-2 tahun)

Pada masa ini, kemampuan bayi terbatas pada gerak refleks dan panca inderanya. Contohnya: pergerakan tubuh manusia, pengelihatan, daya tangkap, indra perasa, sentuhan, dll. Awal dari kemampuan melakukan rekonstruksi dalam pikiran terhadap hal-hal yang telah dicapai dalam bentuk perilaku. Contohnya : anak mulai mengumpulkan benda - benda ke dalam satu warna (merah, kuning, hijau,dsb), anak mulai membiasakan diri untuk membersihkan mainannya setelah bermain, sudah mampu menggunakan toilet secara fungsional, sudah bisa mengganti pakaian secara mandiri walau belum maksimal.

 

b. Tahap Pra Operasional (2-7 tahun)

   Pada tahap ini anak berpikir pada tahap simbolik tapi belum menggunakan operasi kognitif. Selama akhir tahap ini, anak secara mental bisa mempresentasikan peristiwa dan objek serta terlibat dalam permainan simbolik. Contohnya anak-anak sudah menegenal simbol atau tanda

c. Tahap Operasional Konkret (7-11 tahun)

Di tahap ini anak sudah memahami konsep sebab-akibat secara rasional dan sistematis.contohnya :

kemampuan untuk mengurutkan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil. Kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia.contohnya : kemampuan untuk mengurutkan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya : sudah dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai.

 

d. Tahap Operasional Formal (11-15 tahun)

 Pada tahap ini anak sudah mampu berpikir    abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir kemungkinan. Contohnya jika ada diberi dua kemungkinan penyebab, C1 dan C2 menghasilkan R anak dapat merumuskan beberapa kemungkinan.

 

- Mikrosistem adalah lingkungan terkecil yang dimiliki oleh seorang individu. Lingkungan ini adalah lingkungan tempat individu tumbuh dan berkembang misalnya saja rumah. Seorang anak memulai perkembangan sosial - emosional nya dirumah dengan orangtua dan saudaranya.

- Mesosystem, merupakan lingkungan yang ada disekitar individu seperti sekolah. Pada tahap dua ini anak sudah mulai melakukan perkembangan Sosial ekonomi dilingkungan sekolah yaitu bermain dan berinteraksi dengan teman sebayanya.

- Ekosistem, suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Disini bagaimana ekosistem  sangat penting  untuk memenuhi kebutuhan manusia. Contohnya, hubungan manusia dengan alam yaitu didarat, laut, dan alam buatan.

- Makrosistem adalah sistem lapisan terluar dari lingkungan anak. Subsistem makrosistem terdiri dari ideologi negara, pemerintah, tradisi, agama, hukum, adat istiadat, budaya, nilai masyarakat secara umum, dan lain sebagainya, di mana individu berada.

- Kronosistem mencakup pengaruh lingkungan dari waktu ke waktu beserta caranya mempengaruhi perkembangan dan perilaku

- Tahap Membangun Kepercayaan (Trust vs. Mistrust) Tahap pertama ini terjadi dalam rentang bayi berusia usia 0 – 18 bulan. Dimana pada tahap ini berperan besar dalam menentukan apakah dia akan mudah percaya atau curiga kepada orang lain.

- Di usia batita konflik dua kutub yang dihadapi adalah  autonomy vs shame and doubt, atau kemandirian versus rasa malu dan keraguan. Gambarannya, di masa batita, anak seakan-akan menjadi peneliti cilik. Ia serba ingin tahu dan melakukan berbagai percobaan. Beberapa eksperimennya dapat menjadi hal yang lucu dan membanggakan bagi orangtua. Sebaliknya, ada juga aksi coba-cobanya yang mengesalkan sekaligus mengkhawatirkan. Akibatnya, sering kali orangtua melarang dengan mengatakan “jangan” atau “malu dong” tanpa disertai alasan yang jelas dan masuk akal sesuai usia si kecil. Jika tanggapan seperti  ini yang sering diterima si kecil, tak heran kalau ia akan selalu merasa bersalah dan malu serta ragu akan keinginannya. Perasaan ragu dan malu ini sudah tentu akan menghambat perkembangan emosi-sosialnya karena keinginan majunya justru dihalangi oleh kekhawatiran yang diembus-embuskan orangtua.

- Dalam fase ini, anak mulai mencoba dan

mengembangkan inisiatifnya. Anak banyak bertanya dan mencoba hal-hal baru yang ada di sekitarnya. Jika pertanyaan dan keingintahuan ini difasilitasi, anak akan mengembangkan kepercayaan diri untuk berinisiatif.Usia ini ditandai dengan lepasnya kemelekatan anak dari orang tua, terutama ibu. Anak mulai mengenal teman sebaya, lingkungan maupun guru.Ketika orang tua memutuskan memberi hewan peliharaan, mereka belajar merawat hewan untuk tetap hidup.

- Tahap lima ini terjadi selama masa kanak-kanak antara usia sekitar enam hingga sebelas tahun.tahap ini sangat vital dalam mengembangkan  rasa percaya diri pada anak. Selama sekolah dan kegiatan sosial lainnya, anak-anak menerima pujian dan perhatian karena melakukan berbagai tugas seperti membaca, menulis, menggambar, dan memecahkan masalah .

- Fase selanjutnya adalah “identity vs role confusion” yaitu saat remaja mencari jati diri yang akan berpengaruh pada hidupnya dalam jangka panjang. Remaja yang berhasil akan konsisten dengan dirinya, sementara yang gagal akan merasa bingung tentang jati dirinya.Remaja yang berhasil akan konsisten dengan dirinya, sementara yang gagal akan merasa bingung tentang jati dirinya.Jati diri ini berkaitan dengan kepercayaan, konsep ideal, dan nilai yang membentuk karakter seseorang. Jika berhasil, maka akan ada hasil akhir berupa fidelity, kemampuan untuk hidup berdampingan dengan harapan dan standar masyarakat.

- Fase “intimacy vs isolation” berkaitan erat dengan hubungan kasih sayang dengan pasangan. Jika berhasil, maka orang bisa membentuk hubungan yang kuat. Sebaliknya jika gagal, seseorang justru akan menutup dirinya.Mengingat tiap tahapan berkaitan dengan fase sebelumnya, hal ini berkaitan pula dengan identitas. Orang yang tidak yakin tentang identitas dirinya cenderung lebih mudah merasa kesepian hingga depresi. Hasil akhir dari tahapan ini adalah love.

- Berada di fase dewasa, seseorang tentu ingin melakukan sesuatu yang membuat dirinya berguna. Jika sukses, maka akan muncul rasa berguna. Sebaliknya jika gagal, akan merasa keterlibatannya di dunia tidaklah signifikan. Ini adalah fase “generativity vs stagnation”.Hasil akhir dari fase ini adalah kepedulian atau care. Mulai dari melihat anak tumbuh dewasa hingga merasa dekat dengan pasangan adalah bagian penting dari tahapan ini.

- Inilah tahap ketika seseorang melakukan refleksi pada apa yang dilakukannya semasa muda. Jika merasa puas dengan pencapaiannya, maka akan muncul rasa cukup. Sebaliknya jika tidak puas, akan muncul penyesalan hingga rasa putus asa. Hasil akhir dari fase ini adalah kebijaksanaan atau wisdom. Orang yang merasa puas terhadap apa yang dilakukannya semasa muda akan siap menghadapi akhir hidupnya dengan damai.

 

 3. Daftar karakteristik anak berdasarkan pengalaman masa kecil dan teori perkembangan

NO

Teori Perkembangan

Tahapan Anak Usia 8 Tahun Berdasarkan Teori Perkembangan

Karakteristik Anak Berdasarkan Pengalaman Pribadi

1

Teori Perkembangan Kognitif Piaget

 

Anak zaman sekarang pada usia 8 tahun yaitu pada fase opratoinal konkrit, mereka sudah mulai melek teknologi, mereka sudah memahami dan bisa membaca dan menulis sehingga kebanyakan kehidupan mereka memainkan gadget atau teknologi yang ada. Anak pada fase ini mempunyai daya ingin tahu yang tinggi, dan dengan adanya kemajuan teknologi dapat membantu mengembangkan kreatifitas anak

Pada saat saya masa kecil di usia 8 tahun, saat itu saya sedang berada di kelas 2 SD dimana saya berada di tahap operasional konkret ( usia 7 - 11 tahun ) menurut piaget. Di usia ini dalam perkembangan kognitif saya sudah mampu  menulis dan membaca serta memahami arahan Guru saya waktu itu dengan baik dan benar.

2

Teori Perkembangan Sosial-Emosional

Karakteristik anak zaman sekarang secara sosial emosional, karena berada pada zaman teknologi anak zaman sekarang lebih banyak menghabiskan waktu bersama gadget dan kurang bersosialisasi dengan masyarakat di sekitarnya.

Secara emosional anak zaman sekarang sudah terbiasa mengungkapkan emosinya secara terbuka seperti emosi marah, senang, suka, dan tidak suka. Dengan adanya kemajuan teknologi anak biasanya menyalurkan berbagai emosinya melalui media sosial. Selain itu saat ini anak sudah mulai mengenal emosi cinta sehingga saat ini banyak kita lihat anak SD sudah mulai menjalin hubungan percintaan dengan teman sebayannya.

Dalam teori perkembangan sosial - emosional bronfrenbanner saya berada di fase mesosistem dimana saya sudah mampu berinteraksi dengan teman sebaya yaitu berada dilingkungan sekolah, interaksi saya saat itu mungkin kurang bagus untuk anak usia saya saat ini,  karena pada saat usia itu saya sudah mampu menjaili teman saya untuk menarik perhatian mereka terhadap saya, tidak hanya itu secara tidak langsung saya mengumumkan ke mereka bahwa saya tidak bisa dikalahkan ( ditakuti).

 

3

Teori Perkembangan

Sosial-Emosional Erikson

 

Dalam teori perkembangan sosial - emosional menurut Erickson saya berada pada tahap intiative and guilt di usia ini saya sudah sering menerima pujian dari Guru saya karena saya termasuk sering juara kelas dan termasuk aktif dikelas, akan tetapi saya juga jadi pusat perhatian guru saya karena saya sering menjaili teman sebaya saya dan saya sering melakukan hal diluar nalar guru saya saat itu.

 

 





























4.  Kemampuan kognitif sangat dibutuhkan oleh anak untuk mempelajari berbagai hal.  Kemampuan kognitif ini dapat dikembangkan melalui berbagai kegiatan , diantaranya:

a.       Membaca buku. Dengan membiasakan membaca buku dapat mengembangkan keterampilan berpikir anak, melatih penalaran, dan pemecahan masalah.

b.      Bermain atau mendengarkan musik. Aktivitas memainkan musik merupakan salah satu cara untuk merangsang secara emosional untuk mengembangkan koordinasi dan imajinasi

c.       Bermain berbagai permainan yang merangsang kemampuan berpikir seperti teka-teki, puzzle, petak umpet dan sebagainya

d.      Membuat karya seni dan kerajinan . Dengan membuat karya seni dan kerajinan akan melatih anak untuk berkreasi dan berpikir kreatif

 Selain kemampuan kognitif, kemampuan sosio-emosional anak  juga perlu dikembangkan. Hal ini penting untuk meningkatkan kemampuan anak dalam mengintegrasikan pikiran, perasaan, dan perilaku untuk mencapai tugas-tugas sosial yang penting.Beberapa cara atau kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan sosio-emosional anak antara lain:

a.     Bermain dalam kelompok. Melalui permainan kelompok anak akan belajar bersosialisasi dengan teman kelompoknya, selain itu anak juga akan belajar untuk bekerjasama dan memahami perasaan orang lain.

b.   Melakukan permainan yang mengasah emosi anak seperti permainan meniup lilin, meggambar emosi, dan sebagainya. Melalui permainan ini anak akan mengenal emosi yang dirasakan, belajar bersabar, fokus dan optimis.

    Anak memiliki pribadi dan emosi yang berbeda dengan orang dewasa, sehinggaa diperlukan beberapa penyesuaian agar bisa berinteraksi dengannya.Agar dapat berinteraksi dengan anak diperlukan penggunaan kata yang tepat, tempo yang tidak terlalu cepat, dan bahasa yang mudah dipahami. Selain itu beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain:

                              1.            Menggunakan bahasa yang mudah dipahami

                              2.            Perhatikan penggunaan kata kata ‘kamu’ dan ‘saya’

                              3.            Bersikap asertif saat menangani konflik

                              4.            Hindari kata-kata yang terkesan menyalahkan siswa

                              5.            Jadilah pendengar yang baik

                              6.            Perhatikan komunikasi non verbal

                              7.            Ciptakan suasana yang menguntungkan

                              8.            Tanamkan sikap respek

                              9.            Pahami kondisi siswa

                          10.            Tunjukkan sikap yang baik

                          11.            Makna dari pesan harus jelas

                          12.            Tanamkan sikap pengendalian diri

                          13.            Bersikap rendah hati

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Understanding By Design (Identifikasi Masalah)

Laporan Observasi Peserta didik