Keterbelengguan pendikan


 Keterbelenguan dilihat dari budaya 

Berdasarkan penguatan bapak dosen dan hasil eksplorasi pemahaman bersama teman kelas, ada beberapa yang tidak muncul di kelompok kami seperti pendidikan yang masih membelenggu mulai sejak zaman penjajahan bahkan sampai dengan sekarang. Padahal Ki Hajar Dewantara sendiri menginginkan adaya kebebasan peserta didik secara lahir maupun batin. Hal ini akan lebih jelas apabila di tinjau melalui perkembangan kurikulum Indonesia di masa awal kemerdekaan, berikut perkembangan awal kurikulum Indonesia :

a. Kurikulum 1947

Pada kurikulum ini pendidikan Indonesia lebih menekankan peserta didik pada semangat juang kemerdekaan Indonesia namun masih dipengaruhi oleh sistem pendidikan belanda dan jepang. Tujuan pendidikan yang tidak menitiktekankan kemampuan berpikir namun lebih kepada pembentukan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat. 

b. Kurikulum 1952/ rencana pembelajaran terurai 

Kurikulum ini penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya. Kurikulum ini lebih mendetail setiap pelajaran. Kurikulum ini sudah mengarah kepada pendidikan nasional. Yang paling menonjol dari kurikulum ini ialah pembelajaran yang di hubungkan dengan kehidupan sehari-hari. 

c. Kurikulum 1994 

Kurikulum 1994 juga disebut dengan K-94 adalah sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh, dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan di Indonesia yang dipakai sejak tahun ajaran 1994/95 hingga 2003/04. Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.

Adapun Karakteristik Kurikulum 1994 terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut :

1. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan.

2. Semua aspek kurikulum ditentukan oleh Departemen (Pusat)

3. Proses pembelajaran berpusat pada guru.

4. Evaluasi atau sistem penilaian menekankan pada kemampuan kognitif.

5. Pembelajaran di sekolah lebih berorientasi kepada materi pelajaran/isi, sehingga materi pelajaran cukup padat.

Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar dengan kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena berkesesuaian suasan pendidikan di LPTK (lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori tentang proses belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang bahwa materi (isi) pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan mendapatkan materi pelajaran yang cukup banyak. Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut :

1. Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/substansi setiap mata pelajaran.

2. Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.

3. Proses pembelajaran bersifat klasikal dengan tujuan menguasai materi pelajaran, guru sebagai pusat pembelajaran. Target pembelajaran pada penyampaian materi.

4. Evaluasi atau sistem penilaian menekankan pada kemampuan kognitif. Keberhasilan siswa diukur dan dilaporkan atas dasar perolehan nilai yang dapat diperbandingkan dengan nilai siswa lain. 

5. Ujian hanya menggunakan teknik paper and pencil test.

Selain memiliki kelemahan, kelebihan dari Kurikulum 1994 diantaranya :

1. Penggunaan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial.

2. Pengajaran dari hal yang konkret ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit, dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.

3. Kurikulum yang dibuat dengan berdasarkan activate learning (pembelajaran aktif) yang menekankan pada pendekatan konsep dan keterampilan proses.

4. Struktur horizontal, termasuk ke dalam seperated subject (terpisah). Hal ini menandakan pada tingkatan SMA materi sudah terpisah, contohnya materi IPA dipecah menjadi fisika, biologi, dan kimia.

5. Pelaksanaan kurikulum di sekolah yang merupakan sistem catur wulan. Sistem catur wulang membagi waktu belajar satu tahun ajaran menjadi tiga bagian waktu yang masing – masing disebut catur wulan (1 tahun 3 catur wulan).

6. Kurikulum 1994 termasuk kurikulum yang menganut konsep akademis, karena kurikulum 1994 sesuai dengan aliran filsafat perenialisme. Karena pada kurikulum 1994 lebih fokus kepada aspek kognitif siswa.

d. Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK 2004

Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah konsep kurikulum yang dikembangkan Departemen Pendidikan Nasional RI untuk menggantikan Kurikulum 1994. Kurikulum ini dirancang sejak tahun 2000 dan diterapkan pada tahun 2004. Dalam tahap-tahap pengembangannya kurikulum ini dikenal dengan Kurikulum KBK atau Kurikulum 2004. 

Pada kurikulum berbasis kompetensi ini diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta didik agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketetapan, dan keberhasilan dengan tanggungjawab. Kemudian KBK juga memfokuskan pada penguasaan kompetensi-kompetensi tertentu oleh peserta didik. Oleh karena itu kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi, dan seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa,

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Understanding By Design (Identifikasi Masalah)

Teori Perkembangan Peserta Didik dan Contoh Karakteristik Peserta didik

Laporan Observasi Peserta didik