TEORI BELAJAR DAN MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK
Belajar merupakan upaya manusia untuk
mendapatkan pengetahuan atau keterampilan, sehingga mencapai kapasitas untuk
berperilaku dengan cara tertentu, melalui studi, pengajaran, instruksi, latihan
atau bentuk pengalaman lainnya.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa
ciri dalam belajar, yakni:
a. Belajar
ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku (change behavior). Ini berarti,
bahwa hasil dari belajar hanya dapat diamati dari tingkah laku, yaitu adanya
perubahan tingkah laku dari tidak tahu menjadi tahu atau dari tidak terampil
menjadi terampil. Tanpa mengamati tingkah laku hasil belajar, kita tidak akan dapat
mengetahui ada tidaknya hasil belajar.
b. Perubahan tingkah laku tidak harus segera
diamati pada proses belajar sedang berlangsung, perubahan perilaku tersebut
bersifat potensial.
c. Perubahan
tingkah laku merupakan hasil latihan atau pengalaman.
d. Pengalaman
atau latihan itu dapat memberi penguatan. Sesuatu yang memperkuat itu akan
memberikan semangat atau dorongan untuk mengubah tingkah laku.
2. Teori
– teori belajar
Dalam proses pembelajaran terdapat beberapa
sudut pandang teori yakni : behaviourism, social-congnitivism dan
contructivis. Berikut penjabaran 3 teori tersebut:
a. Behaviorism (behaviorisme)
Belajar dalam pendekatan behaviorisme tidak
terlepas dari stimulus yang sudah dibuat oleh guru agar siswa mampu mengulangi
atau berperilaku sesuai dengan yang diharapkan oleh guru. Pemberian stimulus
berulang sehingga terjadi pembiasaan, dilakukan kepada peserta didik tentu saja
harus sesuai dengan tujuan pembelajaran. Adanya stimulus sesungguhnya menjadi
sebuah perangkat keras agar proses dan hasil belajar bisa dikembangkan
sedemikian rupa namun tetap berada dalam konteks tujuan pembelajaran. Berikut
ini merupakan contoh penerapan teori belajar behavioristik dalam proses
pembelajaran di kelas antara lain:
1) Guru harus menyusun materi atau bahan ajar
secara lengkap.
Dimulai
dari materi sederhana sampai kompleks.
2) Guru
lebih banyak memberikan contoh berupa instruksi selama
mengajar.
3) Saat
guru melihat ada kesalahan, baik pada materi maupun pada siswa maka guru akan
segera diperbaiki.
4) Guru
memberikan banyak drilling dan latihan agar terbentuk perilaku atau pembiasaan seperti yang
diinginkan.
5) Evaluasi
berdasarkan perilaku yang terlihat.
6) Guru
dituntut memiliki kemampuan memberikan penguatan
(reinforcement),
baik dari sisi positif dan negatif.
b. Social - Cognitivism
(Sosial Kognitif)
Teori kognitif sosial dikemukakan oleh
Albert Bandura lahir berdasarkan kritik atas teori yang dikembangkan oleh ahli
behavioristik. Menurut Albert Bandura, walaupun prinsip belajar cukup
menjelaskan dan meramalkan perilaku, namun prinsip tersebut harus memperhatikan
suatu fenomena yang diabaikan oleh paradigma behaviorisme, yaitu manusia
mempunyai kemampuan berpikir dan mengatur tingkah laku nya sendiri.
Pada penerapkan teori belajar kognitif,
seorang guru perlu fokus pada proses berpikir siswa dan memberikan strategi
yang tepat berdasarkan fungsi kognitif mereka. Libatkan siswa dalam berbagai
kegiatan, seperti memberikan waktu bagi mereka untuk bertanya, kesempatan untuk
membuat kesalahan dan memperbaikinya berdasarkan hasil pengamatan, serta
merefleksikan diri agar dapat membantu mereka dalam memahami proses mental. Di
bawah ini terdapat beberapa contoh kegiatan yang dapat dilakukan seorang guru
dalam pembelajaran kognitif, antara lain:
1) Minta
siswa untuk merefleksikan pengalaman mereka melalui pembuatan jurnal atau
laporan harian tentang kegiatan apa saja yang mereka lakukan.
2) Mendorong
diskusi berdasarkan apa yang diajarkan dengan meminta siswa untuk menjelaskan
materi pembelajaran di depan kelas dan ajak siswa lainnya untuk mengajukan
pertanyaan.
3) Membantu
siswa menemukan solusi baru untuk suatu masalah untuk mengembangkan cara
berpikir kritis.
4) Minta
siswa untuk memberikan penjelasan tentang ide atau pendapat yang mereka miliki.
5) Membantu siswa dalam mengeksplorasi dan
memahami bagaimana ide-ide bisa terhubung.
6) Meningkatkan
pemahaman dan ingatan siswa melalui penggunaan visualisasi dan permainan dalam
menyampaikan materi.
c. Constructivism
(Konstruktivisme)
Pada pandangan konstruktivisme, pengetahuan
tumbuh dan berkembang melalui pengalaman. Pemahaman berkembang semakin dalam
dan kuat apabila selalu diuji oleh berbagai macam pengalaman baru. Salah satu
konsep dasar pendekatan konstruktivisme dalam belajar adalah adanya interaksi
sosial individu dengan lingkungannya.
Teori belajar konstruktivisme terbagi
menjadi dua yaitu teori belajar konstruktivisme jean piaget. Menurut Piaget,
manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti sebuah kotak-kotak
yang masing-masing memiliki makna yang berbeda-beda. Dan yang kedua yaitu teori
belajar konstruktivisme vygotsky . Menurut Vygotsky, belajar adalah sebuah
proses yang melibatkan dua elemen penting. Pertama, belajar merupakan proses
secara biologi sebagai proses dasar. Kedua, proses secara psikososial sebagai
proses yang lebih tinggi dan esensinya berkaitan dengan lingkungan sosial
budaya. Munculnya perilaku seseorang adalah karena keterlibatan dua hal
tersebut. Pada penerapan teori belajar konstruktivisme yaitu salah satunya dengan Mendorong kemandirian
dan inisiatif siswa dalam belajar. Dengan menghargai gagasan atau pemikiran
siswa serta mendorong siswa berpikir mandiri, berarti guru telah membantu siswa
menemukan identitas intelektual mereka. Para siswa yang merumuskan
pertanyaan-pertanyaan dan kemudian menganalisis serta menjawabnya berarti telah
mengembangkan tanggung jawab terhadap proses belajar mereka sendiri serta
menjadi pemecah masalah (problem solvers).
d. Humanistik
Teori humanistik atau sering juga disebut
sebagai teori belajar humanistik adalah satu dari beberapa teori belajar yang
sering digunakan oleh guru maupun tenaga pengajar lainnya. Secara garis besar,
teori ini bertujuan untuk menghasilkan hal baik bagi kemanusiaan supaya bisa
mencapai aktualisasi diri dan membuat individu mampu mengenali dirinya sendiri.
Pada teori humanistik dijelaskan bahwa
belajar bukan sekedar pengembangan kualitas kognitif saja, melainkan juga
sebuah proses yang terjadi dalam diri individu yang melibatkan seluruh bagian
atau domain yang ada. Domain-domain tersebut meliputi domain kognitif, afektif
dan psikomotorik. Dengan kata lain, pendekatan humanistik dalam pembelajaran
menekankan pentingnya emosi dan perasaan, komunikasi yang terbuka antara siswa
dengan guru maupun sebaliknya, serta nilainilai yang dimiliki oleh setiap
siswa.
3. Motivasi
belajar
Berbagai perspektif psikologis menjelaskan
motivasi dengan cara yang berbeda. Mari kita sama-sama mengeksplorasi keempat
perspektif ini.
a. Perspektif
perilaku, pada perspektif perilaku, motivasi seringkali dikaitkan dengan
imbalan dan hukuman eksternal sebagai penentu keberhasilan siswa. Misal:
pemberian nilai angka dan huruf, memberikan pengakuan kepada siswa, memberikan
“hak istimewa”, dan sebagainya.
b. Perspektif
humanistik, pada perspektif humanistik, motivasi lebih ditekankan kepada
kemampuan pertumbuhan pribadi siswa, kemerdekaan untuk memilih dan sifat-sifat
positif.
c. Perspektif
kognitif, pada perspektif kognitif, motivasi muncul karena adanya pemikiran
dari setiap individu. Jika perspektif perilaku lebih menekankan pada insentif
eksternal, maka dalam perspektif kognitif tekanan dari eksternal tidak perlu
terlalu ditonjolkan.
d. Perspektif sosial, pada perspektif sosial,
motivasi sering dikaitkan dengan kemampuan seseorang dalam membangun,
memelihara, dan memulihkan hubungan pribadi yang dekat dan hangat pada orang
lain.
Motivasi sendiri terbagi menjadi dua
bentuk, motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik terkait
dengan kegiatan melakukan sesuatu yang bertujuan untuk mendapatkan sesuatu yang
lain. Sementara itu, motivasi intrinsik berkaitan dengan motivasi internal yang
ada pada diri seseorang untuk dapat melakukan kegiatan berdasarkan minat dan
kemauannya sendiri.
4. Paradigma
personal Peserta didik (Fixed mindset and Growth mindset)
a. Pola
pikir (Midset)
Pikiran atau kebiasaan seseorang akan
mempengaruhi cara individu berpikir, apa yang individu rasakan, dan apa yang
individu lakukan. Pola pikir seseorang ini yang nantinya akan mempengaruhi cara
individu memahami dunia, dan memahami diri sendiri.
b. Jenis-
jenis mindset
Dweck menggunakan istilah fixed mindset dan
growth mindset, untuk membantu seorang individu percaya atas kemampuan,
potensi, kapasitas perilaku yang dimiliki, sehingga dapat memprediksi
keberhasilan di masa mendatang.
fixed mindset, seseorang tidak
percaya bahwa mereka dapat mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan dan bakat
mereka. Peserta didik yang memiliki fixed mindset akan cendrung takut
untuk mencoba sekalipun diberikan kesempatan oleh gurunya. Sedangkan growth
mindset, seseorang memiliki keyakinan yang mendasar bahwa pembelajaran dan
kecerdasan mereka dapat tumbuh seiring waktu, upaya dan pengalaman. Peserta
didik yang memiliki growth mindset merupakan peserta didik yang
mempunyai keyakinan bahwa prestasi akademik yang baik berasal dari upaya yang
gigih dalam belajar.
Dapat
disimpulkan bahwa merupakan upaya manusia untuk mendapatkan pengetahuan atau
keterampilan, sehingga mencapai kapasitas untuk berperilaku dengan cara
tertentu, melalui studi, pengajaran, instruksi, latihan atau bentuk pengalaman
lainnya. Di dalam pembelajaran terdapat beberapa teori yang dapat diterapkan
atau diikuti yaitu behaviourism, social-congnitivism dan contructivis. Dalam
motivasi belajar terbagi menjadi dua yaitu motivasi ekstrinsik dan motivasi
intrinsik. Motivasi ekstrinsik terkait dengan kegiatan melakukan sesuatu yang
bertujuan untuk mendapatkan sesuatu yang lain. Sedangkan motivasi intrinsik
berkaitan dengan motivasi internal yang ada pada diri seseorang untuk dapat
melakukan kegiatan berdasarkan minat dan kemauannya sendiri. Parakdikma peserta didik dalam pembelajaran
yaitu ada dua yang pertama fixed mindset dan yang kedua growth
mindset.
Sumber :
Bahan ajar LMS PPG Prajabatan, tentang teori belajar dan motivasi peserta didik, 2022
Komentar
Posting Komentar