Essay Perjalanan Pendidikan Indonesia
Essay Perjalanan Pendidikan Indonesia
Pendidikan adalah usaha sadar yang terencana dan terarah untuk mewujudkan proses pembelajaran, yang bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, spritual, sikap, serta menggali potensi yang dimiliki peserta didik yang dibutuhkan untuk dirinya sendiri, lingkungannya, masyarakat, serta negara dan bangsa. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan usaha nyata dan terencana yang dilakukan oleh peserta didik untuk menggali potensi yang ada pada dirinya sendiri sehingga hal itu dapat berguna untuk dirinya sendiri dan orang lain yang ada disekitarnya. Hal inilah yang menyebabkan betapa pentingnya pendidikan bagi setiap orang dan setiap wilayah yaitu salah satunya indonesia. Pendidikan di indonesia sudah ada sejak bertahun - tahun silam sebelum kemerdekaan. Tercatat pada arsip negara tahun 1854 para bupati mendirikan sekolah - sekolah tetapi terbatas hanya untuk para calon pegawai, pada tahun yang sama dibagunlah sekolah - sekolah bumiputra yang awalnya hanya memiliki 3 kelas sedangkan gurunya dari kweekschool. Salah satu pelopor dalam perkembangan pendidikan indonesia adalah sosok pahlawan yaitu Ki Hajar Dewantara, dalam proses perekembangan pendidikan pastinya tidak mudah terdapat dua masa perjalanan pendidikan indonesia yaitu pendidikan sebelum kemerdekaan dan pendidikan setelah kemerdekaan hingga sampai saat ini.
Pada masa sebelum kemerdekaan, pendidikan di Indonesia hanya dapat didapatkan oleh orang-orang yang berkecipung di dunia usaha saja. seperti yang kita ketahui sejak dulu salah satu sosok pelopok pendidikan di indonesia adalah bapak Ki Hajar Dewantara. pada masa sebelum kemerdekaan beliau mendirikan sebuah sekolah yang diberi nama “Taman Siswa”. Taman siswa ini diberi nama “national Onderwijs Institut Taman Siswa” yang memiliki prinsip dasar dalam sekolah/pendidikan. Taman siswa ini memiliki prinsip filosofi yang dijadikan pedomann bagi semua guru, pedoman tersebut dikenal dengan istilah Patrap triloka. Konsep ini dikembangkan oleh Ki Hajar Dewantara setelah mempelajari sistem pendidikan progresif yang diperkenalkan oleh tokoh pendidikan dari Italia yaitu Maria Montessori dan Rabindranath Tagore dari India. Filosofi Patrap Triloka ini memiliki unsur-unsur yang disanpaikan dalam bahasa jawa yaitu: Ing ngarso sung tulodo (seorang guru harus mampu ditiru, dikarenakan prilaku dan sikap seorang guru bisa jadi akan di ikuti atau di teladani oleh peserta didik, dikarenakan guru menjadi model atau contoh untuk kehidupan), ing madya mangun karsa (guru harys mampu memberikan motivasi kepada peserta didiknya untuk menuju langkah yang benar), dan tutwuri handayani (seorang guru harus mampu memberikan semangat dan dorongan kepada peserta didik agar senantiasa siap menghadapi permasalahan yang ada). Pada masa kemerdekaan selain berdirinya sekolah taman siswa, pendidikan dibagi menjadi beberapa zaman yaitu sebagai berikut:
1.Pendidikan Pada Masa Portugis
Indonesia mengalami perkembangan dari aspek ekonomi yaitu perdagangan pada abad ke-16. Saat itu datanglah Portugis disusul dengan bangsa Spanyol datang ke Indonesia untuk berdagang dan menyebarkan Agama Nasrani (Khatolik). Portugis datang ke Indonesia bersama dengan missionaris salah satu namanya ialah Franciscus Xaverius. Dalam penyebaran agama Nasrani (Katholik), menurut Franciscus Xaverius sangat diperlukan untuk mendirikan sekolah-sekolah (seminarie). Pada tahun 1536 telah berdiri sebuah seminarie di Ternate yang menjadi sekolah agama anak-anak orang terkemuka. Pelajaran yang dierikan di sekolah Nasrani (Katholik) ini ada beberapa diantaranya pelajaran agama, membaca, menulis dan berhitung. Kabupaten Solor, Flores Timur juga mendirikan semacam seminarie dan mempunyai kurang lebih 50 orang murid yang juga mengajarkan bahasa Latin. Tujuh kampung di Ambon penduduknya sudah beragama Katholik pada tahun 1546, di kampung ini ternyata juga menyelenggarakan pengajaran untuk rakyat umum. Pengajaran ini sering menimbulkan pemberontakan sehingga akhir abad ke-16 musnahlah kekuatan Portugis di Indonesia. Ini menandakan hilang juga missi Katholik di Maluku. Hilangnya tenaga missi itu menjadi salah satu akibat dari jatuhnya Negara sehingga usaha-usaha pendidikan terpaksa harus diberhentikan.
2. Pendidikan pada masa Belanda
Belanda datang ke Pulau Jawa Indonesia untuk berdagang dan menciptakan kekuasaan baru setelah berakhirnya kekuasaan Portugis pada akhir abad ke-16. Belanda yang bergabung dalam badan perdangan VOC, menganggap bahwa agama Katholik yang disebarkan oleh Portugis perlu digantikan dengan agama Protestan yang dianutnya. Dengan itulah sekolah-sekolah keagamaan didirikan terutama di daerah yang dulunya telah terpengaruh agama Nasrani (Katholik) oleh Portugis dan Spanyol. Sekolah pertama di Ambon didirikan oleh VOC pada tahun 1607. Pembelajaran yang diberikan yaitu membaca, menulis dan sembahyang. Guru pendidik berasal dari Belanda dan mendapat upah. Salah satu alasan tidak ada susunan persekolahan dan gereja di Pulau Jawa karena Pulau Jawa tidak terkena pengaruh Portugis. Pada tahun 1617 sekolah pertama didirikan di Jakarta, lima tahun kemudia pada 1622 sekolah itu mempunyai murid 92 laki-laki dan 45 perempuan. Sekolah ini memiliki tujuan untuk menghasilkan tenaga-tenaga kerja yang cakap sehingga dapat dipekerjakan di administrasi dan gereja pada pemerintahan.
3. Pendidikan pada masa Jepang
Jepang merupakan salah satu negara penjajah Indonesia yang berlangsung lumayan pendek (17 Maret 1942–17 Agustus 1945). Jepang menguasai Indonesia dimana perang, segala usaha Jepang di tunjuukan hanya untuk perang. Murid-murid bergotong-royong mengumpulkan batu, kerikil, dan pasir untuk pertahanan, halaman seolah ditanami umbi-umbian dan sayur untuk bahan pangan, menanam pohon jarak untukdimana perang, segala usaha Jepang di tunjuukan hanya untuk perang. Murid-murid bergotong-royong mengumpulkan batu, kerikil, dan pasir untuk pertahanan, halaman seolah ditanami umbi-umbian dan sayur untuk bahan pangan, menanam pohon jarak untuk menambah pasokan minyak demi kepentingan perang. Runtuhnya pengaruh kolonial Belanda diikuti dengan tumbangnya sistem pendidikannya pula. Banyak orang Belanda diinternir oleh pemerintah militer Jepang sehingga banyak sekolah-sekolah untuk anak Belanda dan Indonesia kalangan atas lenyap. Hanya susunan sekolah untuk anak-anak Indonesia saja yang tertinggal. Sekolah rendah seperti Sekolah Desa 3 tahun, Sekolah Sambungan 2 tahun, ELS, HIS, HCS masing-masing 7 tahun, Schakel School 5 tahun, dan MULO dihapus semua. Pendidikan Sekolah Rakyat (Kokomin Gakko) 6 tahun, Sekolah Menengah Cu Gakko (laki-laki) dan Zyu Gakko (perempuan) 3 tahun yang ada di Indonesia sejak masa Jepang dan masih banyak lagi sekolah kejuruan (sekolah guru), yaitu sekolah untuk mempersipkan tenaga pendidik dalam jumlah yang besar demi memompa dan mempropagandakan semangat Jepang kepada peserta didik didik.
Setelah perjalanan masa sebelum kemerdekaan berlalu dengan berdirinya sekolah taman siswa serta sekolah lainnya. pendidikan di indonesia tidak selesai sampai disitu pendidikan indonesia kini berlanjut kepada zaman setelah kemerdekaan hingga masa kini yang menerapkkan berbagai kurikulum untuk meperbaiki pendidikan yang ada.
Mengutip pidato Ki Hajar Dewantara pada penyematan pemberian gelar sebagai doctor Honoris Kausa (HC) di Universitas Gadjah Mada 1956, ia sangat memahami dan sadar terhadap terjadinya pertukaran kebudayaan Indonesia dengan barat, ia mengatakan “kini kita berada di zaman akultrasi atau pertukaran kebudayaan dengan barat”. Keinginannya terhadap terciptanya persatuan dunia, ini berarti Ki Hajar Dewantara sangat merindukan manusia-manusia yang merdeka. Merdeka bebas dari segala bentuk penjajahan diatas muka bumi. Namun sebelum berjalan membahas hal itu, berikut perjalanan pendidikan di indonesia yang terjadi setelah kemerdekaan:
1. Pendidikan Pada Masa Orde Baru
Usaha pembangunan terencana dalam Pelita I sampai Pelita II, III dan seterusnya telah dilancarkan oleh pemerintahan Orde Baru dengan tokoh-tokoh teknorat dalam pucuk pimpinan pemerintahan. Rencana pendidikan dalam Pelita I ini dapat dikembangkan menurut satu rencana dan menyesuaikan keuangan Negara. Harga minyak tanah yang melonjak naik pada masa orde baru ini berakibat pada keuangan Negara yang membengkak. Hal ini menjadi penyebab di dirikannya SD Inpres (Instruksi Presiden) mengangkat guru-guru dan mencetak buku pelajaran. Hasil dari Pelita I dalam bidang pendidikan yaitu telah ditatar lebih dari 10.000 orang guru. Enam puluh tiga koma lima juta buku SD kelas I telah dibagikan, 6000 gedung SD dibangun, 57.740 orang guru terutama guru SD diangkat, serta 5 Proyek Pusat Latihan Teknik yaitu di Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan dan Ujung Pandang telah dibangun.
2. Pendidikan Pada Masa Reformasi
Kini pendidikan di indonesia telah sampai pada masa reformasi. Masa reformasi ini merupakan istilah yang digunakan untuk menyebutkan kekuasaan setelah kejatuhan orde baru hingga sekaraang masa sekarang masih di sebut masa reformasi. perjalanan pendidikan di indonesia pada masa reformasi ini tentunya tidaklah mudah. banyak tantangan hingga hambatan yang dilalui sehingga perubahan sistem terus terjadi seiring perkembangan zaman, hal ini bertujuan untuk memperbaiki pendidikan yang ada. Sejarah mencatat bahwa kurikulum yang pernah berlaku di Indonesia yakni kurikulum 1947 sampai kurikulum merdeka, kurikulum tersebut mengalami pembaruan-pembaruan mengikuti perkembangan dunia pendidikan yang semakin modern dan tentunya karena faktor perkembangan zaman. Adapun kurikukulum yang telah digunakan pada sistem pendidikan indonesia yaitu sebagai berikut:
a. Kurikulum 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah dalam bahasa Belanda leer plan artinya rencana pelajaran, istilah ini lebih popular dibanding istilah curriculum (bahasa Inggris). Perubahan arah pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Sedangkan asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal dengan sebutan Rentjana Pelajaran 1947, yang baru dilaksanakan pada tahun 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Pada masa itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya.
b.Kurikulum 1952, Rentjana Pelajaran Terurai 1952
Pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang kemudian diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
c. Kurikulum 1964, Rentjana Pendidikan 1964
Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keterampilann, dan jasmani. Ada yang menyebut Panca wardhana berfokus pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
d. Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan kurikulum 1964, yakni dilakukan perubahan struktur kulrikulum pendidikan dari pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum ini merupakan perwujudan perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis yaitu mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama.
e. Kurikulum Periode 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi dalam bentuk Tujuan Instruksional Umum (TIU), Tujuan Instruksional Khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar mengajar, dan evaluasi. Guru harus trampil menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
f. Kurikulum 1984, Kurikulum 1975 yang Disempurnakan
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut Kurikulum 1975 yang disempurnakan. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Akhiran penolakan CBSA bermunculan.
g. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak. Tujuan pengajaran menekankan pada pemahaman konsep dan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah. Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan.
h. Kurikulum 2004, KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)
Kurikulum 2004, disebut juga Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu: pemilihan kompetensi yang sesuai; spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi; dan pengembangan pembelajaran. Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan kompetensi tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah ditetapkan. Kurikulum 2004 lebih keren dengan nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap mata pelajaran dirinci berdasarkan kompetensi apa yang mesti di capai siswa. Kerancuan muncul pada alat ukur pencapaian kompetensi siswa yang berupa Ujian Akhir Sekolah dan Ujian Nasional yang masih berupa soal pilihan ganda. Bila tujuannya pada pencapaian kompetensi yang diinginkan pada siswa, tentu alat ukurnya lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur sejauh mana pemahaman dan kompetensi siswa. Walhasil, hasil KBK tidak memuaskan dan guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.
i.Kurikulum Periode KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran) 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan, muncullah KTSP. Penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP dimana panduan tersebut berisi sekurang-kurangnya model-model kurikulum tingkat satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tersebut dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/ karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.
j.Kurikulum Periode 2013
Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang baru dicetuskan oleh Kemendikbud untuk menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau sering disebut kurikulum 2006 yang sudah tidak cocok lagi dengan iklim pendidikan di Indonesia. Saat ini di indonesia memerlukan pendidikan yang bisa menanamkan tidak hanya pada aspek kognitif tetapi lebih menekankan pada proses, aspek afektif serta karakteristik pada peserta didik. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang mengutamakan sebuah proses, pemahaman, keterampilan, serta pendidikan karakter, terutama pada tingkat dasar yang akan menjadi akar bagi tingkat selanjutnya. Pada pendidikan di Indonesia terdapat tiga metode yang dipakai oleh Ki Hajar Dewantara dalam mengajarkan budi pekerti yaitu sebagai seorang guru sebaiknya bertindak berdasarkan urutan yang benar sehingga tidak ada penyesalan di kemudian hari. Tiga metode tersebut adalah: ngerti, ngrasa dan nglakoni. Pertama, metode ngerti maksudnya adalah memberikan pengertian yang sebanyak-banyaknya kepada peserta didik. Di dalam pendidikan budi pekerti peserta didik diberikan pengertian tentang baik dan buruk, selain itu pada budi pekerti juga diajarkan tentang aturan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara serta beragama. Kedua, metode ngrasa maksudnya adalah berusaha semaksimal mungkin untuk memahami dan merasakan tentang pengetahuan yang diperolehnya. Dalam hal ini anak didik untuk dapat memperhitungkan dan membedakan antara yang benar dan yang salah. Ketiga, metode nglakoni maksudnya adalah mengerjakan setiap tindakan, tanggung jawab telah dipikirkan akibatnya berdasarkan pengetahuan yang telah didapatnya.
Pembelajaran yang direkomendasikan oleh Kurikulum 2013 adalah pembelajaran tematik-intergratif. Pendekatan pembelajaran yaitu pendekatan saintifik. Model pembelajaran yang digunakan pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning), pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning), dan pembelajaran berbasis penemuan (Discovery Learning). Dari pemaparan di atas, dapat dipahami bahwa alur pembelajaran yang ada pada Kurikulum 2013 relevan dengan metode pembelajaran yang dikemukakan Ki Hajar Dewantara, yaitu: 1) pembelajaran tematik-intergratif pada Kurikulum 2013 relevan dengan metode ngerti yang dijelaskan oleh Ki Hajar Dewantara, pada pembelajaran ini diberikan pengertian yang sebanyak-banyaknya kepada peserta didik; dan 2) pendekatan saintifik pada Kurikulum 2013 relevan dengan metode ngrasa yang dijelaskan oleh Ki Hajar Dewantara, pendekatan ini berusaha semaksimal mungkin untuk memahami dan merasakan tentang pengetahuan yang diperolehnya. Pendekatan ini harus diisi dengan aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau ekperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi dan menguji hipotesis.
k.Kurikulum Merdeka
Kurikulum merdeka sebelumnya disebut sebagai kurikulum prototipe. kurikulum ini dikembangkan sebagai kerangka kurikulum yang lebih flexibel sekaligus berfokus kepada materi esensial dan pengembangan karakter dan kopetensi yang dimiliki oleh peserta didik. Pada kurikulum ini terfokus kepada pelajar yang memiliki profil pancasila. kurikulum ini merupakan langkah perwujutan harapan Ki Hajar Dewantara yang menginginkan kemerdekaan pada pendidikan di Indonesia. pada kurikulum ini lebih mengguanakan pemikiran beliau yang melihat kodrat alam dan kodrat zaman. menurut saya kini keinginan beliau sudah mulai terealisasikan pemerintah kurikulum merdeka merupakan sebuah harapan kurikulum yang memerdekakan peserta didik. Peserta didik bebas berekspresi sesuai kemampuan atau otensi yang dimilikinya.
Penggagasan konsep merdeka belajar oleh Kementerian Pendidikan seirama dengan apa yang di gaungkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam beberapa tahun silam yang dirasa masih sangat relevan untuk di terapkan di masa sekarang ini. Melihat esensi utama dari merdeka belajar yang mengedepankan kebebasan berfikir serta berinovasi bagi guru dan murid akan sangat efektif untuk mengeksplorasi potensi dari peserta didik itu sendiri. Ki Hajar Dewantara memandang bahwa azas kemerdekaan merupakan erat kaitanya dengan upaya untuk membentuk peserta didik menjadi pribadi yang memiliki tanggung jawab dan kebebasan yang akan berdampak dengan selarasnya kehidupan mereka di masyarakat. Azas ini berdasar pada keyakinan bahwa setiap manusia memiliki potensi kodrati untuk mencapai kebebasan yang mengarahnya kepada sebuah pencapaian tujuan hidup mereka.
Dari pemaparan essay diatas tentang perjalanan pendidikan di Indonesia dapat disimpulkan bahwa pendidikan di indonesia tidaklah mudah hingga sampai saat ini. sebagai seorang guru yang profesional saya berharap dapat ikut serta berpartisipasi dalam mengembangkan dan memajukan pendidikan indoesia yang telah berjalan dari dulu hingga saat ini. Kini Indonesia mulai menggunakan paradigma yang mencanangkan konsep merdeka belajar. Pada merdeka belajar ini lebih menggunakan filosofi pendidikan yang ditawarkan oleh Ki Hajar Dewantara yang mengatakan bahwapendidikan harus bersifat terbuka dan mengikuti perkembangan zaman yang ada tetepi juga tidak memaksa, terbuka dan tidak memaksa dalam arti menuntun mereka sesuai dengan potensinya. hakikat dari Merdeka Belajar menurut sudut pandang Ki Hajar Dewantara juga tertuang dalam semboyan Tut Wuri Handayani yang dimana secara utuh mengandung tiga unsur, yakni: Ing Ngarso Sung Tuladho yang artinya di depan memberi contoh kepada peserta didiknya; Ing Madya Mangun Karso artinya di tengah membangun cita-cita untuk terus menerus memberikan motivasi serta semangat kepada peserta didiknya; dan Tut Wuri Handayani artinya di belakang memberikan dorongan agar peserta didiknya terus berinovasi dan berkarya ke tujuan dan arah yang benar bagi hidup bermasyarakat.
Daftar Pustaka
https://formadiksi.um.ac.id
https://id.m.wikipedia.org
https://itjen.kemendikbud.go.id
https://sumberbelajar.kemendikbud.go.id
https://www.kemendikbud.go.id
M. Tholhah Hasan, Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Lantabora Press, 2010),
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2015)
Komentar
Posting Komentar